Sistem ekonomi syariah adalah sistem yang didasari
nilai-nilai keislaman dan diterapkan berdasarkan al-qur’an dan hadist,
dan sistem ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada
individu-individu lainnya sehingga tercapai kesejahteraan bersama juga
sekaligus menjalankan anjuran yg berdimensi ibadah.
A. Dasar Hukum Ekonomi Islam
1. Aq Qur' an adalah kitab suci agama Islam sebagai pedoman hidup.
2. Sunnah adalah mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani
hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh
Rasulullah, sedangkan Hadist adalah narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah.
3. Ijma adalah adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Qiyas adalah meyamakan sesuatu yang dulunya tidak ada menjadi ada saat sekarang, namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama dan sifatnya darurat.
4. Prinsip-prinsip hukum lain beserta madzhab-madzhab lain Fiqh (Salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus
membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,
baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan
Tuhannya).
B. Prinsip Ekonomi Syariah
- Nilai Universal
1. Tauhid : ini
merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini
adalah Allah SWT.
2. 'adl (Keadilan) : tidak mendzalimi dan tidak di dzalimi. Artinya, pelaku ekonomi tidak dibolehkan mengejar keuntungan pribadi jika akhirnya merugikan orang lain atau merusak alam.
3. Nubuwah : artinya kenabian, jadi pelaku ekonomi harus meneladi sifat-sifat yang dimiliki para nabi. contoh: jujur, amanah, fatonah, tabligh.
4. Khilafah : kepemimpinan, imamah, biasa juga disebut kekhalifahan. Ia merupakan satu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin atau ketua pemerintahannya dinamakan khalifah.
5. Ma 'ad : manusia akan kembali pada Allah. Ma 'ad juga diartikan imbalan / ganjaran.
- Prinsip-prinsip derivatif
1. Multitype ownership (kepemilikan multi jenis)
2. Fredom to act (kebebasan bertindak)
3. Social justice (keadilan sosial)
- Akhlaq
Tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
C. Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana kita ketahui sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah. Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya. Sayangnya kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada gilirannya kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian dibentuk baik itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan aturan hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas saja kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu dewasa ini. Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita, sebelum adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan dengan urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan syari’ah kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda yang keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep perikatan dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek legal-formal hukum di masyarakat.
Menyadari akan hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan kembali sejauh mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan kita, terlebih pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan ekonomi syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai upaya-upaya sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level atas untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal pada tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif belum menemui hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-aspek ekonomi syari’ah secara terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.
D. Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15 persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut.
2. Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.
3. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90).
4. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
6. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.
Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.
E. Ciri Ekonomi Kapitalis dan Sosialis
Konsep ekonomi syariah sangat berbeda dengan konsep ekonomi lain, misalnya ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam ekonomi kapitalis terdapat dua hal yang menjadi ciri khasnya, yaitu:
-Peran pemerintah sangat minim/sedikit
-Persaingan sektor swasta yang mengacu pada pihak yang kuat, dia yang menang
Sedangkan ciri khas ekonomi sosialis adalah:
-Peran pemerintah sangat dominan
-Sektor swasta sangat bergantung pada aturan pemerintah untuk berkembang.
F. Ciri Konsep Ekonomi Syariah
-Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menjamin kelangsungan hidup masyarakatnya. Artinya, sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan dasar manusia haruslah dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat.
-Prinsip yang dianut dalam konsep ekonomi syariah adalah bagaimana penerapan konsep ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam karena yang menjadi dasar dari ekonomi syariah adalah Al Qur’an dan Hadits.
-Untuk sektor swasta, pemerintah atau negara harus menjamin adanya persaingan yang sehat dengan tidak adanya hal-hal yang menyalahi aturan ekonomi syariah seperti penimbunan, perjudian, ketidakjelasan, maupun riba dalam prakteknya di masyarakat.
-Pembelian suatu barang atau produk harus digunakan untuk produk-produk yang halal dan dalam penerapannya tidak disarankan untuk membeli barang secara berlebihan, namun lebih utama untuk membeli produk sesuai dengan kebutuhan sedangkan sisanya untuk diinfakkan atau disedekahkan.
-Dalam konsep ekonomi syariah, setiap individu diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Zakat adalah suatu instrumen penting dalam ekonomi syariah yang menjamin daya beli dari masyarakat yang tidak mampu tentunya pengeluaran zakat apabila sudah sampai nisabnya dan dikeluarkan sesuai dengan ketentuan apakah itu zakat profesi, zakat pertanian, perdagangan, zakat hadiah, dll.
G1. Perbedaan dengan Ekonomi Konvensional
Sudah menjadi rahasia umum bahwa krisis ekonomi yang akhir-akhir ini sering melanda dunia adalah imbas dari sistem ekonomi konvensional. Pada sistem ekonomi konvensional umumnya lebih mengutamakan sistem bunga sebagai komponen provitnya. Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah yang instrumen profitnya berupa sistem bagi hasil.
Sistem ekonomi syariah juga sangat berbeda jauh dengan ekonomi kapitalis, sosialis, dan komunis. Hal ini bukan berarti ekonomi syariah berada di antara ketiga sistem ekonomi tersebut. Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berdiri sendiri, dengan sistem penetapan yang berlaku sendiri, namun dapat diterapkan kepada semua golongan dan apapun sistem perekonomian di setiap Negara.
Pada dasarnya sistem ekonomi yang berlandaskan Islam ini bertolak belakang dengan kapitalis yang bersifat individual, sosialis yang membebankan semua tanggung jawab kepada warganya, dan komunis yang ekstrem. Jelas bahwa sistem ekonomi syariah yang berlandaskan nilai-nilai Islam telah memiliki landasan sendiri yang telah mapan dan teguh.
Ekonomi Islam menetapkan seperti apa bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh ditransaksikan dan yang tidak boleh ditransaksikan. Artinya, sudah ada ketentuan mana yang boleh atau dihalalkan untuk ditransaksikan; dan mana yang tidak boleh atau haram untuk ditransaksikan. Semua ini menjadi rambu-rambu yang kokoh, dan melindungi konsumen di dunia perbankan dan ekonomi tentunya.
Ekonomi di dalam pandangan Islam harus pula dapat menyejahterakan seluruh umat, memberikan keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan mampu memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada semua pelaku usaha.
G2. Ciri Khas Ekonomi Syariah
Di dalam Al-Qur’an tidak banyak dibahas masalah ini dan hanya mengemukakan prinsip-prinsip dasar saja. Dari prinsip-prinsip dasar tersebut kemudian dikembangkan sistem yang berkesesuaian yang tidak menyimpang atau menyalahi kaidah dasarnya.
Didasari alasan-alasan yang begitu tepat, Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas bagaimana seharusnya umat Islam bersikap sebagai produsen, konsumen, dan pemilik modal, tetapi hanya membahas sedikit masalah sistem ekonomi. Ini dapat diartikan bahwa ketentuan-ketentuan untuk bersikap sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal adalah hal yang sudah mutlak. Namun cukup fleksibel untuk menciptakan sistem ekonomi yang bagaimanapun asal tidak menyalahi ketentuan mutlak tadi.
Seperti yang sudah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, yaitu ekonomi menurut pandangan Islam harus bisa memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada semua pelaku usaha. Karena itu ekonomi syariah juga merujuk pada hal tersebut. Ekonomi syariah juga menekankan empat sifat, yaitu:
1. unity (kesatuan);
2. equilibrium (keseimbangan);
3. kebebasan (free will);
4. responsibility (tanggung jawab).
Manusia yang merupakan khalifah (utusan) Tuhan di dunia, tidak mungkin bersifat individualistik. Seluruh kekayaan yang ada di bumi ini hanya milik Allah dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Sehubungan dengan hal ini, manusia harus menjalankan sistem ekonominya sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan Allah.
Dalam mempraktikkan kegiatan ekonominya, Islam mngharamkan kegiatan riba yang artinya ‘kelebihan’. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 275 dijelaskan bahwa riba itu ada dua macam, yaitu riba nasiah dan riba fadhi. Riba nasiah adalah pembayaran lebih diisyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sama, tetapi jumlahnya lebih banyak.
Ketentuan bahwa riba itu haram sudah sangat jelas. Sehingga dapat menjadi acuan bagi pelaku ekonomi dalam aktifitas nyata sehari-hari. Agar tidak bersinggungan dengan kedua macam riba tersebut.
G3. Tujuan Ekonomi Islam
Dalam jurnal ekonomi, ekonomi syariah dikatakan mengacu kepada landasan nilai-nilai Islam. Syarat ini adalah mutlak. Dan Islam sendiri dikenal sebagai agama yang rahmatan lil alamin, atau agama yang digadang-gadang dapat menjadi rahmat (berkah) bagi seluruh alam. Maka sudah barang tentu, ekonomi syariah sebagai produk dari ajaran Islam ini diharapkan dapat menjadi rahmat (berkah) bagi para pelaku ekonomi. Yang tidak hanya sebatas orang-orang pemeluk Islam sendiri, namun juga bagi yang tidak memeluk agama Islam.
Ekonomi Islam bertujuan memberikan keselarasan untuk kehidupan di dunia. Perlu digarisbawahi bahwa nilai Islam bukan semata-mata hanya untuk kehidupan muslim, melainkan untuk semua makhluk hidup di dunia. Karena Islam dalam muamalahnya atau praktek keduniawiannya sifatnya adalah general, atau mendunia, membumi dan merakyat. Sehingga cukup aman untuk diterapkan oleh siapapun juga.
Substansi proses ekonomi Islam yaitu pemenuhan kebutuhan manusia dengan landasan nilai-nilai Islam hingga mencapai pada tujuan agama (falah). Selain itu, ekonomi Islam juga menjadi rahmat seluruh alam dan tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari suatu bangsa.
Diharapkan dengan menerapkan ekonomi syariah dapat menghantar bangsa ini menuju kemakmuran yang dapat diraih oleh semua orang, yang sifatnya umum dan mampu menjangkau seluruh orang, serta halal. Karena itu diharapkan bahwa sistem ekonomi syariah dapat menjadi solusi bagi perekonomian bangsa.
G4. Produk-produk Ekonomi Syariah
Untuk memudahkan dalam pemahaman bagi kalangan umum, maka banyak jurnal ekonomi yang mengetengahkan bagaimana produk-produk dari ekonomi syariah itu berkiprah. Bagaimana ketentuannya dan seperti apa keuntungan yang akan diperoleh.
Berikut adalah beberapa produk hasil pengembangan dari sistem ekonomi syariah, yang dapat dimanfaatkan dan memberi kemaslahatan bersama bagi para pelaku ekonomi. Di antaranya adalah:
1. Baitul Maal Watamwil (BMT). Sistem ini dapat dan biasa disebut sebagai usaha kecil mikro. Yang menjadi ujung tombak dari pembangunan ekonomi syariah. Pada saat ini sudah ada sekitar 3.500 BMT yang sudah berkembang di Indonesia, dan mengalami kemajuan yang signifikan pula.
2. Asuransi syariah.
3. Pasar modal syariah.
H. Produk Pinjman Bank Syariah
Bank Berbasis Syariah Indonesia
Di Indonesia, berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 November 1991 merupakan tonggak pertama perkembangan sektor keuangan syariah. Pada awal perkembangannya, BMI sulit bersaing dengan bank konvensional. Namun, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, BMI membuktikan diri sebagai bank yang mampu bertahan dari likuidasi.
Dalam kurun waktu singkat (2000-2008), total aset industri perbankan syariah meningkat dari 1,79 triliun rupiah menjadi 49,55 triliun rupiah setara dengan 57,9 persen per tahun. Terlebih, setelah MUI mengeluarkan fatwa pada 16 Desember 2003 tentang status hukum bunga bank.
Ketika diadakan festival ekonomi syariah di Jakarta pada 16 Januari 2008, Presiden RI dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan potensi yang dimiliki, Indonesia berpeluang menjadi platform pusat ekonomi syariah di Asia. Bahkan, dunia.
Ada dua faktor yang menjadi pertimbangan masyarakat lebih memilih sistem perbankan syariah dibanding konvensional.
Beragamnya produk yang ditawarkan dan skema keuangan yang variatif.
Pengelolaan dana masyarakat yang transparan.
Produk Bank Syariah
Produk bank syariah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
penyaluran dana;
penghimpunan dana; dan
jasa.
Khusus dalam penghimpunan dana, bank syariah memiliki prosedur yang lebih mudah dan fleksibel karena masyarakat bisa mengajukan pinjaman sesuai kebutuhannya. Dengan demikian, dana yang dipinjam lebih tepat guna.
Jenis Pinjaman Bank Syariah
Berdasarkan tujuanya, masyarakat bisa memilih pinjaman dengan prinsip jual beli (untuk memiliki barang), prinsip sewa (untuk mendapatkan jasa), dan prinsip bagi hasil (untuk mendapatkan barang sekaligus jasa).
1. Prinsip Jual Beli
Dalam prinsip jual beli, produk perbankan syariah menyediakan berbagai opsi pinjaman di antaranya sebagai berikut.
Murabahah, yaitu barang diserahkan dimuka atau setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Salam, yaitu barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya tunai.
Istishna, yaitu barang diserahkan secara tangguh dan pembayarannya dilakukan dalam beberapa termin.
2. Prinsip Sewa
Prinsip sewa (ijarah) dalam aplikasinya hampir sama dengan prinsip jual beli. Yang membedakan adalah objeknya. Dalam ijarah, objek transaksinya adalah jasa, bukan barang. Di akhir masa sewa, pihak bank bisa menjual barang yang disewakan kepada nasabah atau lebih dikenal dengan istilah ijarah muntahiaya bittamlik.
3. Prinsip Bagi Hasil
Produk bank syariah yang termasuk kategori bagi hasil adalah musyarakah dan mudharabah. Antara pihak bank dan nasabah berserikat untuk meningkatkan nilai aset yang berwujud maupun yang tidak berwujwud, berupa dana, barang, enterpreneurship, atau barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Yang membedakan antara musyarakah dan mudharabah adalah kontribusi dalam manajemen keuangan. Musyarakah berasal dari dua pihak atau lebih, sedangkan mudharabah berasal dari satu pihak.
Ii1. Pengertian Uang
Uang dalam bahasa arab berasal dari kata Nuqud yang berasal dari akar kata naqdun yang berarti uang tunai atau pembayaran kontan.
Sedangkan Departemen Pendidikan dan kebudayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan bahwa uang adalah kertas, emas, perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk atau gambar tertentu, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara sebagai alat tukar atau standar pengukur nilai yang sah.
Sedangkan secara epitomologi (istilah), terdapa beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ilmuwan, yaitu:
1. Taqyuddin An-Nabhani, uang sebagai alat ukur tiap barang dan tenaga.
2. Wahab Khalaf, uang ialah alat transaksi yang di sahkan oleh undang-undang negara , baik yang dibuat menggunakan emas, perak, atau hasil tambang lainnya atau sesuatu bahan yang dijadikan manusi untuk membuat uang.
3. Abdul Qadim Zallum uang adalah sesuatuyang memiiki nilai sebagai upah atau jasa.
4. Menurut Paul A. Samuelson, uang adalah media pertukaran yang diterima secara umum.
5. Aristoteles seperti dikutip Metwally, uang adalah sebagai alat tukar dan tidak ntuk diperanakan.
6. Menurut nopirin , uang adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk mebayar barang atau jasa.
I2 . Fungsi uang menurut Islam
1. Uang sebagai ukuran harga.
Abu Ubaid (w.224H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai dari harga keduanya.
Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptkan dirham dan dinar sebagai hakim penengah diantara seluruh harta agar harta diukur dengan keduanya..
Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika orang susah menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham.
Ibn al-Qayyim (w. 751 H) Mengungkapakan bahwa dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Nilai harga adalah ukuran yang dikenal untuk mengukur harta maka wajib bersifat spesifik dan akurat, tidak meninggi dan tidak juga turun. Kalau unit nilai harga bisa naik dan turn maka kita tidak mempunyai lagi unti ukuran yang bisa dikukuhkan untuk mengukur nilai komoditas.
2. Uang sebagai Media Transaksi
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapapun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan antara uang dengan media transaksi lain. Seperti cek, cek hanya berlaku apabila si penjual dan pembeli mengukuhkan bahwa cek sebaga alat pembyaran yang sah.
Berbeda dengan emas dan perak yang tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel dari negara. Imam Nawawi berkata “makruh bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni. Sebab wewenang untuk membuat uang ada pada pemerintah.
Ibnu Khaldun mengatakan dalam kitab muqadimahnya bahwa uang tidak perlu mengandung emas atau perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya. Karena itu pemerintah tidak boleh merubahnya.[3]
3. Uang media pemnyimpan nilai
Al Ghazali berkata: “ kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mta uang. Seseorang yang meninginkan makanan kemudian menukarnya dengan kain, dari mana ia dapat mengetahui ukuran baju dari nilai makanan tersebut. Sedangkan pergaulan menginginkan terjadinya jual beli antara barang yang berbeda.[4] Maka dibuatkanlah jalan penengah sebagai hakim yang adil antara kedua belah pihak yang ingin bertransaksi. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Keudian dibutuhkan jenis harta yang dapat bertahan lama, dan jenis barang yang bertahan lama tersebut adalah barang tambang, seperti emas, perak dan logam yang kemudian dicetak menjadi uang.
Ibnu Khaldun juga mengisyratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak, sebagai nilai dari setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpana dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.
Ii3. Konsep uang menurut ekonomi islam.
1. Economic value of Time.
Islam tidak mengenal konsep time value of money, yang dikenal adalah economic value of time , artinya ialah time mempunyai economic value jika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.
2. Uang sebagai flow concept
Uang di dalam islam adalah Flow concept dan capital adalah stock concept. Semkain cepat perputaran uang , akan semakin baik. Misalnya, seperti contoh pada aliran air masuk dan aliran air keluar. Sewaktu air mengalir, disebut sebagi uang, sedangan apabila air mengendp maka di sebut dengan capital. Wadah tempat megendapnya adalah public goods. Uang seperti air, apabila dialirkan maka akan semakin bersih dan sehat. Apabila air dibiarkan menggenang di suatu tempat maka akan semakin mengeruh.Saving harus diinvestasikn ke sektor riil. Apabila tidak maka saving bukan saja tidak mendapatkan return, tetapi juga dikenakan zakat.
3. Uang sebagai sebagai Public Goods
Ciri dari public goods adalh barang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orng lain ntuk menggunakanya. Sebagai public goods, uang dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hal ini bukan dikarenakan simpanan mereka yang banyak, akan tetapi karena asset mereka, seperti rumah, mobil, saham, dll. Yang digunakan di sector produksi, sehingga memberikan peuang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi semakin tinggi tingkat produksi aka semakin besar kesempatan untuk dapat memperoleh keuntungan dari public goods tersebut. Krena itu penimbunan (hoarding) dilarang karena mengahalangi yang lain untuk menggunakan public goods tsb.
Ii4. Perbedaan uang dalam konsep Islam dengan ekonomi konvensional.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsp uang dalam konsep ekonomi konvensional. Dlam ekonomi islam konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang bukan sebagai modal (capital). Sebaliknya konsep uang yang dikemukkakn ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik, yaitu, uang sebagai uang dan uang sebagai modal.[6]
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam , uang adalah sesautu yang bersifat flow concept dan capital adalah yang bersifat stock concept.
Untuk lebih jelas dapat kita lihat dari perbedaan konsep islam dan konsep konvensional dapt dilihat dibawah ini:
1. Konsep Islam, uang tidak identik dengan modal sedangkan konsep konvensional, uang identik dengan modal.
2. Konsep islam, uang adalah public goods, sedangkan konsep konvensional uang adlah private goods.
3. Konsep islam, uang adalah Flow concept sedangkan konsep konvensional, uang adalah stock concept.[7]
Ii5. Kesimpulan Uang
Uang secara umum diartikan sebagai alat transaksi yang disahkan oleh negaa sebagai alat pembayaran yang sah baik berupa pembayaran terhadap barang maupun terhadap jasa.
Fungsi uang dalam islam ada tiga, yaitu: 1) Uang sebagai Ukuran harga, yakni uang mempunyai fungsi sebagai alat yang menjadi tolak ukur sebuah barang. 2) Uang sebagai media transaksi, yaitu uang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat untuk melakukan transaksi apaun dengan syarat uang itu dibuat oleh pemerintah dan disahkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi umum. 3) Uang sebagai media penyimpan nilai, yaitu uang sebagai lat simpanan.
Konsep-konsep uang dalam ekonomi islam antara lain; Economic value of time, Uang sebagai Flow concept, dan uang sebagai Public Goods.
Dengan demikian maka konsep uang dlam islam berbeda dengan konsep konvensional yaitu terletak pada memaknai fungsi dari uang dan kegunaanya dalam ekonomi.
Sabtu, 10 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar