Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts

Rabu, 19 Desember 2012

PPh 21

1. Pajak PPh 21

PPh Pasal 21 merupakan cara pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21 antara lain dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun yang membayarkan uang pensiun, dan penyelenggara kegiatan.

Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 dibedakan menurut penerima penghasilannya antara lain pegawai, pensiunan, peserta kegiatan dan bukan pegawai. Berikut beberapa pengertian terkait pemotongan PPh Pasal 21:

1) Pegawai dibedakan menjadi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

a) Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima penghasilan secara teratur termasuk anggota dewan komisaris/anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai kontrak sepanjang pegawai tersebut bekerja penuh (full time) dalam pekerjaannya.

b) Pegawai tidak tetap disebut juga tenaga kerja lepas, adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja atau jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.


2) Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima imbalan untuk pekerjaan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

3) Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop) atau kegiatan lainnya dan menerima imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.

4) Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan, misalnya konsultan, penyanyi, notaris, dan pengajar.

5) Imbalan bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Cara Penghitungan.

1) Pegawai Tetap.

Dalam menghitung PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap perlu diperhatikan rumus penghitungannya, yaitu sebagai berikut:

Penghasilan Bruto setahun Rp xxxxxx

Pengurang Penghasilan Bruto ( Rp xxxxxx )

Penghasilan Neto setahun Rp xxxxxx

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ( Rp xxxxxx )

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp xxxxxx

PPh Pasal 21 yang dipotong: PKP x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh Pasal 21 setahun.

PPh Pasal 21 setahun : 12 bulan = PPh Pasal 21 sebulan

Pengurang penghasilan bruto bagi Pegawai Tetap terdiri dari:

a) biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau Rp6.000.000,00 setahun;

b) iuran dana pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.

Besarnya PTKP per tahun adalah:

a) Rp15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b) Rp1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

c) Rp1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh:

Lapisan PKP
   

Tarif Pajak

s.d. Rp50.000.000,00
   

5 %

Diatas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00
   

15 %

Diatas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00
   

25 %

Diatas Rp500.000.000,00
   

30%

   

2) Pegawai Tidak Tetap

a) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan secara bulanan.

Penghasilan bruto setahun - PTKP = Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak = PPh Pasal 21 setahun

PPh Pasal 21 setahun : 12 = PPh Pasal 21 sebulan

b) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/mingguan/borongan/satuan. Sebelum menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/ mingguan/ borongan/ satuan, maka perlu diperhatikan jumlah upah harian, atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari, yaitu:

1) upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu;

2) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;

3) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan;

4) upah harian kurang dari Rp150.000,00 atau penghasilan dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong;

5) upah harian lebih dari Rp150.000,00 tetapi jumlah kumulatif yang diterima dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00;

PPh Pasal 21 = (upah harian - Rp150.000,00) x 5%

6)Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp1.320.000,00 tapi tidak lebih dari Rp6.000.000,00;

PPh Pasal 21 = (upah harian ‒ PTKP sehari) x 5 %

7)Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp6.000.000,00.

PPh Pasal 21 = [ (Penghasilan Bruto setahun ‒ PTKP) x Tarif Pajak ] : 12

3) PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala

Cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pensiun, dibagi berdasarkan cara pembayarannya, yaitu penerimaan uang pensiun secara sekaligus dan penerimaan secara berkala. Cara menghitung PPh Pasal 21 bagi uang pensiun yang dibayarkan secara berkala adalah:

a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;

b. penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

c. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut;

d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

4) PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan

PPh Pasal 21 bagi peserta kegiatan = Penghasilan bruto x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

5) PPh Pasal 21 Bagi Bukan Pegawai

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan;

b. menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan;

c. menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain.

Yang termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi kategori Bukan Pegawai antara lain pengacara, arsitek, dokter, notaris, akuntan, aktuaris, konsultan, olahragawan, pengajar, peneliti, penceramah, penyanyi, bintang film, petugas dinas luar asuransi, dan lain-lain.

a. Menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan

1) Yang dimaksud imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan merupakan imbalan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Pegawai hanya satu kali dalam 1 (satu) tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan dan jasa.

2) Dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan, Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Penghasilan Bruto dengan tidak memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

3) PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan:

PPh Pasal 21 sebulan = [ 50 % x Penghasilan Bruto ] x Tarif Pajak

b. Menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan

1) PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (Tarif Pajak) atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak.

2) Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan sebagaimana ditunjukkan di bawah ini :

DPP = (50 % x Penghasilan Bruto Sebulan ‒ PTKP per bulan) kumulatif

PPh Pasal 21 sebulan = DPP x Tarif Pajak

c. Menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain

1) Bagi Wajib Pajak Orang pribadi kategori Bukan Pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dan berasal bukan hanya dari 1 (satu) pemberi penghasilan, dasar pengenaan pajaknya tidak memperhitungkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebulan. Hak PTKP dapat diperhitungkan oleh Wajib Pajak pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

2) Salah satu contoh Wajib Pajak Orang Pribadi kategori Bukan Pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dan memperoleh penghasilan lain adalah dokter yang bekerja di 2 (dua) atau lebih rumah sakit dalam tahun kalender yang sama.

3) Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan sebagaimana ditunjukkan dalam tabel di bawah ini :

DPP = (50 % x Penghasilan Bruto Sebulan) kumulatif

PPh Pasal 21 sebulan = DPP x Tarif Pajak

Catatan: Besarnya tarif sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) huruf (a) UU PPh yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

6) PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final. Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

a. Uang Pesangon

Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima secara sekaligus:

Lapisan Penghasilan
   

Tarif Pajak

s.d. Rp 50.000.000,00
   

0 %

di atas Rp50.000.000,00s.d. Rp100.000.000,00
   

5 %

di atas Rp100.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00
   

15 %

di atas Rp 500.000.000,00
   

25%

b.Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus

Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus:

Lapisan Penghasilan
   

Tarif Pajak

s.d. Rp 50.000.000,00
   

0 %

di atas Rp 50.000.000,00
   

5 %

Dalam hal terdapat bagian penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.

Dalam pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21, kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja pada kantor perwakilan negara asing atau organisasi internasional tersebut wajib menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima dari pemberi kerja tersebut melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh Orang Pribadi.

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 adalah:

❶ Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009;

❷ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008;

❸ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008;

❹ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010;

❺ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008;

❻ Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009.


2. Meneropong Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Melaksanakan kewajiban pajak terasa mudah jika Wajib Pajak (WP) memahami siklus hak dan kewajiban WP serta membiasakan diri untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan mengikuti alur siklus tersebut. Setelah WP melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), masih terdapat 6 kewajiban pajak lainnya, yaitu: (1) Kewajiban pembayaran pajak; (2) Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak; (3) Kewajiban pelaporan pajak; (4) Kewajiban pembukuan/pencatatan; (5) Kewajiban dalam hal diperiksa; dan (6) Kewajiban memberi data.

Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti diperhatikan: (1) WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi: pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh Pasal 25) dan pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29); (2) WP wajib membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 serta PPh Pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri; (3) WP wajib membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk pemerintah; dan (4) WP wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui perangkat desa.

Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga meliputi kewajiban untuk membayar atau melunasi utang pajak yang timbul karena pemeriksaan pajak. Utang pajak akibat hasil pemeriksaan bisa tercantum dalam: (1) Surat Tagihan Pajak (STP); (2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); (3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); (4) Surat Keputusan Pembetulan, (5) Surat Keputusan Keberatan, dan (6) Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat mekanisme pembayaran lainnya yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah bendahara pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apabila WP tergolong sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungut pajak.

Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan. Pelaporan pajak dapat disampaikan di tempat-tempat berikut: (1) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di lingkungannya; (2) Drop Box; (3) e-Filing; dan/atau melalui (4) Mobil Pajak atau Pojok Pajak. WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT juga digunakan untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. SPT terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.

Kewajiban berikutnya adalah pembukuan/pencatatan. Pembukuan diwajibkan bagi WP Badan dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dengan pengecualian apabila omsetnya dalam satu tahun di bawah Rp 4,8 milyar. Sedangkan bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan omset di bawah Rp 4,8 milyar setahun atau tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, diwajibkan untuk melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Sedangkan pencatatan dilaksanakan untuk mengumpulkan data tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Jika WP diperiksa, maka WP wajib: (1) Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; (2) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik; (3) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; (4) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; (5) Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; dan (6) Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk memberi data dan informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

Tujuh kewajiban WP tersebut diimbangi dengan dua belas hak pokok WP. Yang pertama adalah hak atas kelebihan pembayaran pajak. Di mana jika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka WP mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Khusus untuk WP yang masuk kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara: (1) Melalui Surat Pemberitahuan (SPT); atau (2) dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka WP berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Hak yang kedua adalah hak dalam hal dilakukan pemeriksaan, maka WP berhak: (1) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan; (2) Melihat tanda pengenal pemeriksa; (3) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan; (4) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT; (5) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan; dan (6) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP terkait hasil pemeriksaan.

Hak yang ketiga adalah hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan kembali. Di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika WP tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya jika belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan banding atau gugatan. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).

Hak yang keempat adalah hak kerahasiaan WP. WP dijamin kerahasiaannya atas: SPT, Laporan Keuangan, data-data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; dan dokumen atau rahasia WP lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Selanjutnya delapan hak-hak lainnya bagi WP meliputi: (1) Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak; (2) hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan; (3) Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25; (4) Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); (5) Hak untuk pembebasan pajak; (6) Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak; (7) Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah; dan (8) Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan.

Dengan memahami siklus hak dan kewajiban WP, diharapkan setiap WP di Indonesia tidak ragu lagi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sekaligus menikmati hak-haknya.


3. Mari Menghitung Pajak Penghasilan Kita
Intinya pajak terhutang atas tambahan kekayaan. Dalam hal ini, penambah kekayaan kita adalah penghasilan, seperti gaji, hasil usaha, baik usaha utama atau usaha sampingan, laba atas penjualan barang, komisi, pemberian jasa seperti jasa perbaikan, jasa perantara, dll. (Tetapi ada beberapa jenis penghasilan yang tidak terhutang pajak seperti pembayaran dari asuransi kesehatan/jiwa/beasiswa, penerimaan dalam bentuk natura seperti makan minum, tamasya,dll . Selain itu ada juga penghasilan yang tidak dihitung agi lpajaknya karena merupakan penghasilan yang sudah dipungut pajak final seperti bunga dan jual/beli saham yang ada di bursa ).

Kemudian tambahan kekayaan tersebut, dikurangi dengan biaya jabatan (maksimal 6 jt/thn atau 5% dari jumlah penghasilan) atau dikurangi dengan biaya pensiun (maks Rp. 2,4 jt/thn atau 5% dari jumlah pensiun), dan dikurangi juga dengan iuran pensiun (bila ada, bagi pegawai).

Penghasilan yang sudah dikurangi biaya jabatan/biaya pensiun dikurangi lagi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini bervariasi, perinciannya sbb.

- TK = tidak kawin = Rp. 15.840.000

- K/0/1/2/3 = kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan , misal 0 sd 3 anak.PTKP status kawin Rp. 1.320.000, PTKP tiap tanggungan = Rp. 1.320.000

- K/I/0/1/2/3 = kawin dan penghasilan isteri yang bekerja bukan sebagai pegawai, atau bekerja pada bukan pemotong PPh, atau bekerja lebih dari 1 kantor, dan penghasilan istri ini digabung ke penghasilan suami, maka mendapat tambahan PTKP Rp. 15.840.000

-  PH/0/1/2/3 = Wajib Pajak kawin yang pisah harta , PTKP = Rp. 15.840.000 di tambah banyaknya tanggungan x Rp. 1.320.000

- HB/0/1/2/3 = Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah,  PTKP = Rp. 15.840.000 di tambah banyaknya tanggungan x Rp. 1.320.000

Sedangkan untuk menghitung berapa pajak penghasilan yang terhutang, maka penghasilan yang sudah dikurangi biaya jabatan/pensiun dan PTKP, dihitung dengan tarif sesuai besaran lapisan penghasilan sbb.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak                                 Tarif pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00                                       5%
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00               15%
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00             25%
Di atas Rp500.000.000,00                                                  30%

Pajak yang masih harus dibayar di akhir tahun pajak adalah pajak yang terhutang dikurangi kredit pajak, yaitu pajak yang sudah dipotong pihak lain misalnya perusahaan tempat kita bekerja (PPh pasal 21 atas gaji - Form 1721 A1) atau perusahaan yang kita berikan jasa/servis (bukti potong PPh pasal 21)

Mari kita coba dengan contoh sbb

Penghasilan Amir (gaji, bonus,dll) Tahun Pajak 2009 sebesar Rp101.640.000,00. Amir sudah menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak Amir sbb. :
Penghasilan 1 tahun                                            Rp120.000.000

di(-) Biaya jabatan 5%                                          Rp    6.000.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

=15.840+1.320+ (3×1320)                                Rp. 21.120.000
Penghasilan Kena Pajak                                      Rp  92.880.000
Pajak Penghasilan yang terutang :
5% x Rp50.000.000,00                                       Rp 2.500.000
15% x Rp42.880.000                                          Rp. 6.432.000

Jumlah PPh                                                           Rp 8.932.000

Kelihatannya rumit juga ya? tetapi sebenarnya selama seseorang bekerja sebagai pegawai di satu kantor saja, tidak punya tambahan penghasilan lain, baik dari dirinya sendiri atau dari anggota keluarganya, maka penghitungan ini akan dilakukan oleh payroll officer. Pegawai tinggal terima beres, dan biasanya di akhir tahun atau paling lambat bulan Januari sudah menerima formulir bukti potong PPh yang sudah dipotong oleh perusahaan setiap bulannya (Form 1721 A1). Biasanya perhitungan mereka sudah benar, sehingga PPh yang terhutang tadi apabila dikurangi dengan PPh yang sudah dipotong oleh kantor, tidak ada lagi pajak akhir tahun yang masih harus disetor.

Seseorang harus menghitung ulang pajak penghasilannya bilamana mempunyai penghasilan di luar gaji atau penghasilan dari istri yang bekerja sendiri/wiraswasta, dengan cara penghitungan di atas, dikurangi dengan penghasilan yang sudah dipungut perusahaan atau pihak lain.


4. Kategori yang Bebas PPh 21
Pemerintah akan memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk tiga kategori usaha.

"Insentif PPh pasal 21 untuk mengurangi dampak krisis keuangan global untuk meningkatkan daya beli masyarakat pekerja. Akan diberikan ke 3 kategori usaha dengan sejumlah sub sektor," kata Dirjen Pajak Darmin Nasution, di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (4/3).

Tiga kategori usaha tersebut, antara lain pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan. Selanjutnya perikanan, dan indusri pengolahan.

Lebih lanjut Darmin mengatakan PPh pasal 21 DTP diberikan kepada pekerja dengan penghasilan bruto diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan tidak lebih dari Rp 5 juta per bulan.

"PPh Pasal 21 DTP tersebut harus dibayarkan secara tunai oleh perusahaan kepada karyawan dalam gaji. Dan karyawan akan memperoleh kenaikan gaji sebesar PPh 21 itu," kata Darmin.

Pemberi kerja wajib melaporkan realisasi pemberian PPh Pasal 21 DTP pekerjanya beserta daftar pekerja yang wajib diberi fasilitas PPh Pasal 21 DTP kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pemberi kerja terdaftar.


5. Strategi Perencanaan Pajak Menghadapi Akhir Tahun Pajak
Perencanaan Pajak Penghasilan Akhir Tahun :

A. Review dan Analisis Pajak Terhutang Akhir Tahun PPh Badan

Buat estimasi pajak terhutang pada tahun berjalan dengan memperhitungkan kredit pajak PPh ps.22, PPh ps.23, PPh ps.24, PPh ps.25, SKFLN, dan PPHTB. Apakah dari hasil estimasi menunjukkan Pajak Lebih Bayar? Jika ya, faktor-faktor apa yang menyebabkan pajak menjadi Lebih Bayar, misalnya perusahaan mengalami kerugian? Apakah dari hasil estimasi menunjukkan Pajak Kurang Bayar dan apakah jumlahnya cukup signifikan?

B. Strategi Menghemat Pajak Penghasilan Akhir Tahun

1. Menunda pengakuan penghasilan ke tahun berikutnya :
a. Menunda pengakuan Sales ke tahun berikutnya.
b. Menunda realisasi penjualan aktiva tetap yang menghasilkan laba.
c. Menunda realisasi penerimaan Piutang dan atau pelunasan Hutang dalam valuta asing yang menghasilkan laba selisih kurs.

2. Meningkatkan / mempercepat pengakuan biaya (kerugian) dalam tahun berjalan :
a. Menjual aktiva tetap yang nilai bukunya jauh di atas harga pasar.
b. Meningkatkan biaya iklan dan promosi pada akhir tahun.
c. Memberikan interim bonus kepada Direksi dan karyawan.
d. Mempercepat realisasi penerimaan Piutang dan atau pelunasan Hutang dalam valuta asing yang menimbulkan kerugian selisih kurs.
e. Mempercepat realisasi atas rencana pembelian aktiva tetap baru.
f. Merealisasi program training karyawan ( local & overseas training).
g. Melakukan repair and maintenance aktiva tetap produktif perusahaan.
h. Meningkatkan biaya research and development dalam negeri.

C. Menghindari Pajak Lebih Bayar Dan Rugi Fiskal

Melakukan langkah-langkah sebaliknya dari Strategi Menghemat Pajak Penghasilan Akhir Tahun berjalan (butir B)

D. Langkah-langkah Penting Lainnya Pada Akhir Tahun Pajak

1. Melakukan review pembukuan agar up-to-date dan akurat.
2. Melakukanekualisasi PPh Badan dan PPN.
3. Melakukan ekualisasi PPh Badan dan Withholding Tax [PPh pasal 21, 23, 26 dan pasal 4 ayat ( 2)].
4. Melakukan fiscal adjustment atas Laporan Keuangan komersial.
5. Melakukan pengecekan ulang keabsahan bukti-bukti potong dan SSP yang menjadi kredit pajak.
6. Membuat daftar nominatif atas pengeluaran untuk entertainment.
7. Menyiapkan dokumen-dokumen pendukung atas transaksi hubungan istimewa.
8. Menyiapkan detail perhitungan selisih kurs Menyiapkan dokumen COD ( Certificate of Domicile) dalam hal melakukan pembayaran dengan menggunakan tarif tax treaty.


6. Mengapa Pegawai Pajak Korupsi?
Kembali kita disuguhi oleh berita tentang keperkasaan KPK menangkap tangan pegawai pajak yang menerima suap atau gratifikasi atau apapun istilahnya dalam ilmu hukum, dan pegawai pajak yang tertangkap tangan ini tidak main-main yaitu seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak (selanjutnya disebut “KPP”) Pratama Bogor. Mengapa kasus suap ini seakan tidak pernah hilang atau tidak kapoknya seorang pegawai pajak menerima suap padahal tingkat penghasilan yang diterima oleh pegawai pajak jauh di atas rata-rata pegawai negeri sipil lainnya.

Kasus seperti ini tidak akan hilang sampai ke anak cucu kita bahkan sampai 8 (delapan) turunan karena apa yang ditemukan oleh KPK yang sudah terungkap ini adalah hanya puncak gunung es yang sebenarnya di lapangan hal-hal seperti ini mungkin sudah tidak asing lagi terjadi dari sejak belum dilakukannya reformasi perpajakan sampai sekarang.

Suap kepada wajib pajak terjadi adalah ketika Wajib Pajak diharuskan membayar kewajiban perpajakannya ke kas Negara melebihi kemampuan Wajib Pajak dan/atau Wajib Pajak hanya ingin membayar pajak kalau bisa seminimal mungkin karena pajak merupakan beban yang dapat mengurangi sumber daya ekonomi Wajib Pajak. Oleh karena itu wajib pajak menyuap pegawai pajak supaya pajak yang seharusnya dibayar tinggi menjadi lebih kecil.

Mengapa wajib pajak harus membayar pajak lebih tinggi daripada kemampuannya sedangkan UU Perpajakan yang telah disahkan menurut penyusun UU ini telah memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak sebesar kemampuan daripada wajib pajak?

Wajib pajak di Indonesia cenderung menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakanya ingin agar pajak yang dibayar seminimal mungkin karena pajak dapat mengurangi sumber modal yang dimiliki oleh wajib pajak. Cara-cara perhitungan pajak yang dapat memperkecil pembayaran pajak inilah yang menjadi pangkal permasalahan. Kebanyakan wajib pajak menghitung pajak yang harus dibayar dengan cara-cara yang melawan UU Perpajakan semisal memperkecil omzet/penjualan, menambahkan biaya-biaya, dan cara-cara lain yang dapat dibaca diberbagai media informasi yang lain yang tentunya dari perhitungan yang dibuat oleh Wajib Pajak dapat menghasilkan jumlah pajak yang kecil yang akan dibayarkan ke Negara dan tentunya cara-cara ini tidak diperbolehkan menurut UU Perpajakan. Imbasnya bagaimana? Apabila pembayaran pajak dengan cara-cara tersebut masih belum terendus atau diketahui oleh pegawai pajak melalui penelusuran data-data, informasi dan yang lainnya, maka masih amanlah wajib pajak. Permasalahannya adalah ketika wajib pajak diketahui dalam menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya tidak sesuai dengan UU Perpajakan, maka disinilah pangkal permasalahan terjadi. Pegawai pajak dapat mengetahui kewajiban perpajakan wajib pajak masih belum sesuai ketentuan adalah melalui proses pemeriksaan pajak, klarifikasi, equalisasi, dan prosedur lainnya yang berakhir pada diketahuinya nilai pajak yang seharusnya dibayar ditambahkan dengan sanksi-sanksi administrasi yang sangat tinggi dan mencekik sehingga wajib pajak diharuskan membayar pajak berlipat-lipat dari nilai riil pajak yang seharusnya dibayar.

Mengapa saya bilang wajib pajak setelah dilakukan pemeriksaan pajak diwajibkan membayar pajak berlipat-lipat? Saya contohkan langsung dengan angka-angka!

Semisal kewajiban perpajakan wajib pajak tahun 2009 dilakukan pemeriksaan oleh KPP pada tahun 2012 dan dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan pajak-pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak adalah sebagai berikut:

    1. PPh Tahunan yang masih harus dibayar sebesar Rp. 1 Miliar

    2. PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 (2) sebesar Rp. 500 juta

    3. PPN yang masih harus dibayar sebesar Rp. 500 Juta

Dari hasil pemeriksaan pajak tersebut total pokok pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak adalah sebesar Rp.2 Miliar.

Tapi tunggu dulu, dalam UU Perpajakan setiap hasil pemeriksaan perpajakan dikenal dengan namanya sanksi administrasi. Sanksi administrasi ini bermacam-macam dari sanksi bunga, sanksi denda dan sanksi kenaikan. Sebagaimana Pasal 13 (2) UU No. 28 tahun 2007 yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang KUP atas hasil pemeriksaan tersebut dikenakan bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan sejak terhutangnya pajak. Pajak tahun 2008 dilakukan pemeriksaan pada tahun 2012 sehingga telah melewati 24 bulan sehingga bunga yang dikenakan maksimal adalah 24 bulan. Coba kita hitung bunga dari hasil temuan pemeriksaan pajak di atas:

    1. Bunga PPh Tahunan = 2% x 24 x Rp.1 Miliar = Rp.480 Juta

    2. Bunga PPh Psl 21, Psl 22, Psl 23, Psl 4 (2) = 2% x 24 x Rp.500 Juta = Rp.240 Juta

    3. Bunga PPN = 2% x 24 x Rp.500 Juta = Rp.240 Juta

Dari perhitungan bunga pajak tersebut total bunga yang harus dibayar adalah sebesar Rp.960 juta!!!! Sehingga total hutang pajak pokok ditambahkan bunganya menjadi sebesar Rp.2.960.000.000 !!!!!

Jumlah pajak yang harus dibayar tidak berhenti sampai di sini, masih ada lagi yang namanya Sanksi Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (3) UU No. 28 tahun 2007 yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang KUP dan langsung kita hitung sebagai berikut:

    1. Sanksi kenaikan PPh Tahunan adalah 50% x Rp.1 Miliar = Rp.500 Juta

    2. Sanksi kenaikan PPh Psl 21, 22, 23, 4 (2) = 100% x Rp.500 juta = Rp. 500 Juta

    3. Sanksi kenaikan PPN = 100% x Rp.500 juta = Rp. 500 Juta

Dari perhitungan sanksi kenaikan pajak adalah sebesar Rp.1,5 Miliar !!!!!

Sehingga total pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak adalah = Pokok Hutang Pajak + Sanksi Bunga + Sanksi Kenaikan = 2 Miliar + 960 Juta + 1,5 Miliar = Rp.4.460.000.000 !!!! Bayangkan !!!!

Sebagai catatan, jumlah-jumlah ini belum termasuk sanksi-sanksi lain dari kewajiban perpajakan yang belum terpenuhi semisal keterlambatan penyetoran pajak masa dan tahunan dari batas waktu yang ditentukan, keterlambatan pelaporan SPT masa dan SPT Tahunan dari batas waktu yang ditentukan, begitu mengerikannya sanksi perpajakan ini.

Dari sinilah awal mula terjadinya suap oleh wajib pajak kepada pegawai pajak. Wajib pajak akan meminta kepada pegawai pajak untuk membayar pajak tidak sebesar temuan hasil pemeriksaan pajak dikarenakan jumlah pajak yang harus dibayar menjadi berlipat-lipat akibat dari kesalahan wajib pajak sendiri melaporkan pajaknya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Memang masih ada media lain yang dapat ditempuh oleh wajib pajak untuk menolak hasil pemeriksaan pajak di atas yaitu dengan melakukan permohonan keberatan dan banding, namun perlu diingat bahwa apabila wajib pajak gagal/permohonan ditolak maka sanksi sebesar 50% dari nilai yang dimohonkan keberatan sesuai dengan Pasal 25 (10) UU No. 28 tahun 2007 yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang KUP. Coba bayangkan apabila nilai hasil pemeriksaan sebesar Rp.4.460.000.000 tersebut dimohonkan keberatan dan ternyata keberatan ditolak maka akan dikenakan sanksi sebesar 50% atau sebesar Rp.2.230.000.000 sehingga total pajak yang harus dibayar tinggal menjumlahkan saja !!!!

Apabila keberatan ditolak, wajib pajak masih diberikan kesempatan untuk banding ke pengadilan pajak, namun lagi-lagi apabila wajib pajak kalah di pengadilan pajak maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 (5d) UU No. 28 tahun 2007 yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang KUP.

Lantas bagaimana mengantisipiasi agar suap menyuap dalam bidang perpajakan tidak terus terjadi karena mengingat aturan perpajakan yang sangat memberatkan bagi wajib pajak akan selalu membuat wajib pajak dalam menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ujung-ujungnya adalah “meminta bantuan” kepada pegawai pajak agar pembayaran pajak yang dilakukan tidak sampai membuat likuiditas wajib pajak terganggu dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup wajib pajak.

Menurut saya kunci permasalahannya adalah ada pada UU Perpajakan. Aturan perpajakan sangatlah banyak dan rumit. Kesalahan wajib pajak dalam menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakannya adalah tidak semata-mata karena sengaja, ada juga wajib pajak yang memang tidak memahami peraturan perpajakan yang ada sehingga berujung kepada pajak yang dibayar menjadi lebih besar dari seharusnya. Dibutuhkan peran serta seluruh lapisan yang berkecimpung dalam bidang ini agar semua masyarakat paham akan pajak. Disamping banyaknya aturan perpajakan, menurut saya tariff pajak dan sanksi administrasi perpajakan di Indonesia sangat memberatkan bagi wajib pajak. Pihak yang berwenang menerbitkan aturan perpajakan sebaiknya mengkaji ulang atas aturan-aturan yang ada, bagaimana membuat wajib pajak mau, sadar dan ikhlas serta atas kemauan sendiri melaporkan kewajiban perpajakannya dengan benar dan sesuai dengan ketentuan. Saya yakin apabila wajib pajak melaporkan kewajibannya dengan benar maka suap menyuap ini tidak akan terjadi lagi.

Sabtu, 10 November 2012

Ekonomi Syariah

Sistem ekonomi syariah adalah sistem yang didasari nilai-nilai keislaman dan diterapkan berdasarkan  al-qur’an dan hadist, dan sistem ini bertujuan untuk  memberikan kesempatan yang sama kepada individu-individu lainnya sehingga tercapai kesejahteraan bersama juga sekaligus menjalankan anjuran yg berdimensi ibadah.

A. Dasar Hukum Ekonomi Islam
1. Aq Qur' an adalah kitab suci agama Islam sebagai pedoman hidup.
2. Sunnah adalah mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah, sedangkan Hadist adalah narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah.
3. Ijma adalah adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Qiyas adalah meyamakan sesuatu yang dulunya tidak ada menjadi ada saat sekarang, namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama dan sifatnya darurat.
4. Prinsip-prinsip hukum lain beserta madzhab-madzhab lain Fiqh (Salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya).


B. Prinsip Ekonomi Syariah
- Nilai Universal
1. Tauhid : ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2. 'adl (Keadilan) : tidak mendzalimi dan tidak di dzalimi. Artinya, pelaku ekonomi tidak dibolehkan mengejar keuntungan pribadi jika akhirnya merugikan orang lain atau merusak alam.
3. Nubuwah : artinya kenabian, jadi pelaku ekonomi harus meneladi sifat-sifat yang dimiliki para nabi. contoh: jujur, amanah, fatonah, tabligh.
4. Khilafah :  kepemimpinan, imamah, biasa juga disebut kekhalifahan. Ia merupakan satu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin atau ketua pemerintahannya dinamakan khalifah.
5. Ma 'ad : manusia akan kembali pada Allah. Ma 'ad juga diartikan imbalan / ganjaran.

- Prinsip-prinsip derivatif
1. Multitype ownership (kepemilikan multi jenis)
2. Fredom to act (kebebasan bertindak)
3. Social justice (keadilan sosial)

- Akhlaq
Tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.


C. Penerapan Hukum Ekonomi Syariah

Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa. Dimana kita ketahui sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah. Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya. Sayangnya kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada gilirannya kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian dibentuk baik itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan aturan hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas saja kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu dewasa ini. Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita, sebelum adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan dengan urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan syari’ah kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda yang keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep perikatan dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek legal-formal hukum di masyarakat.
Menyadari akan hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan kembali sejauh mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan kita, terlebih pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan ekonomi syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai upaya-upaya sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level atas untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal pada tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif belum menemui hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-aspek ekonomi syari’ah secara terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.



D. Penerapan Ekonomi Syariah

Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15 persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi berikut:
1.      Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut.
2.      Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.
3.      Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90).
4.      Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5.      Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
6.      Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.
Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.



E. Ciri Ekonomi Kapitalis dan Sosialis

Konsep ekonomi syariah sangat berbeda dengan konsep ekonomi lain, misalnya ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam ekonomi kapitalis terdapat dua hal yang menjadi ciri khasnya, yaitu:
    -Peran pemerintah sangat minim/sedikit
    -Persaingan sektor swasta yang mengacu pada pihak yang kuat, dia yang menang

Sedangkan ciri khas ekonomi sosialis adalah:
    -Peran pemerintah sangat dominan
    -Sektor swasta sangat bergantung pada aturan pemerintah untuk berkembang.


F. Ciri Konsep Ekonomi Syariah

    -Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menjamin kelangsungan hidup masyarakatnya. Artinya, sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan dasar manusia haruslah dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat.

    -Prinsip yang dianut dalam konsep ekonomi syariah adalah bagaimana penerapan konsep ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam karena yang menjadi dasar dari ekonomi syariah adalah Al Qur’an dan Hadits.

    -Untuk sektor swasta, pemerintah atau negara harus menjamin adanya persaingan yang sehat dengan tidak adanya hal-hal yang menyalahi aturan ekonomi syariah seperti penimbunan, perjudian, ketidakjelasan, maupun riba dalam prakteknya di masyarakat.

    -Pembelian suatu barang atau produk harus digunakan untuk produk-produk yang halal dan dalam penerapannya tidak disarankan untuk membeli barang secara berlebihan, namun lebih utama untuk membeli produk sesuai dengan kebutuhan sedangkan sisanya untuk diinfakkan atau disedekahkan.

    -Dalam konsep ekonomi syariah, setiap individu diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Zakat adalah suatu instrumen penting dalam ekonomi syariah yang menjamin daya beli dari masyarakat yang tidak mampu tentunya pengeluaran zakat apabila sudah sampai nisabnya dan dikeluarkan sesuai dengan ketentuan apakah itu zakat profesi, zakat pertanian, perdagangan, zakat hadiah, dll.


G1. Perbedaan dengan Ekonomi Konvensional

Sudah menjadi rahasia umum bahwa krisis ekonomi yang akhir-akhir ini sering melanda dunia adalah imbas dari sistem ekonomi konvensional. Pada sistem ekonomi konvensional umumnya lebih mengutamakan sistem bunga sebagai komponen provitnya. Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah yang instrumen profitnya berupa sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah juga sangat berbeda jauh dengan ekonomi kapitalis, sosialis, dan komunis. Hal ini bukan berarti ekonomi syariah berada di antara ketiga sistem ekonomi tersebut. Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berdiri sendiri, dengan sistem penetapan yang berlaku sendiri, namun dapat diterapkan kepada semua golongan dan apapun sistem perekonomian di setiap Negara.

Pada dasarnya sistem ekonomi yang berlandaskan Islam ini bertolak belakang dengan kapitalis yang bersifat individual, sosialis yang membebankan semua tanggung jawab kepada warganya, dan komunis yang ekstrem. Jelas bahwa sistem ekonomi syariah yang berlandaskan nilai-nilai Islam telah memiliki landasan sendiri yang telah mapan dan teguh.

Ekonomi Islam menetapkan seperti apa bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh ditransaksikan dan yang tidak boleh ditransaksikan. Artinya, sudah ada ketentuan mana yang boleh atau dihalalkan untuk ditransaksikan; dan mana yang tidak boleh atau haram untuk ditransaksikan. Semua ini menjadi rambu-rambu yang kokoh, dan melindungi konsumen di dunia perbankan dan ekonomi tentunya.

Ekonomi di dalam pandangan Islam harus pula dapat menyejahterakan seluruh umat, memberikan keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan mampu memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada semua pelaku usaha.

G2. Ciri Khas Ekonomi Syariah

Di dalam Al-Qur’an tidak banyak dibahas masalah ini dan hanya mengemukakan prinsip-prinsip dasar saja. Dari prinsip-prinsip dasar tersebut kemudian dikembangkan sistem yang berkesesuaian yang tidak menyimpang atau menyalahi kaidah dasarnya.

Didasari alasan-alasan yang begitu tepat, Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas bagaimana seharusnya umat Islam bersikap sebagai produsen, konsumen, dan pemilik modal, tetapi hanya membahas sedikit masalah sistem ekonomi. Ini dapat diartikan bahwa ketentuan-ketentuan untuk bersikap sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal adalah hal yang sudah mutlak. Namun cukup fleksibel untuk menciptakan sistem ekonomi yang bagaimanapun asal tidak menyalahi ketentuan mutlak tadi.

Seperti yang sudah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, yaitu ekonomi menurut pandangan Islam harus bisa memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada semua pelaku usaha. Karena itu ekonomi syariah juga merujuk pada hal tersebut. Ekonomi syariah juga menekankan empat sifat, yaitu:

    1. unity (kesatuan);
    2. equilibrium (keseimbangan);
    3. kebebasan (free will);
    4. responsibility (tanggung jawab).

Manusia yang merupakan khalifah (utusan) Tuhan di dunia, tidak mungkin bersifat individualistik. Seluruh kekayaan yang ada di bumi ini hanya milik Allah dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Sehubungan dengan hal ini, manusia harus menjalankan sistem ekonominya sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan Allah.

Dalam mempraktikkan kegiatan ekonominya, Islam mngharamkan kegiatan riba yang artinya ‘kelebihan’. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 275 dijelaskan bahwa riba itu ada dua macam, yaitu riba nasiah dan riba fadhi. Riba nasiah adalah pembayaran lebih diisyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sama, tetapi jumlahnya lebih banyak.

Ketentuan bahwa riba itu haram sudah sangat jelas. Sehingga dapat menjadi acuan bagi pelaku ekonomi dalam aktifitas nyata sehari-hari. Agar tidak bersinggungan dengan kedua macam riba tersebut.

G3. Tujuan Ekonomi Islam

Dalam jurnal ekonomi, ekonomi syariah dikatakan mengacu kepada landasan nilai-nilai Islam. Syarat ini adalah mutlak. Dan Islam sendiri dikenal sebagai agama yang rahmatan lil alamin, atau agama yang digadang-gadang dapat menjadi rahmat (berkah) bagi seluruh alam. Maka sudah barang tentu, ekonomi syariah sebagai produk dari ajaran Islam ini diharapkan dapat menjadi rahmat (berkah) bagi para pelaku ekonomi. Yang tidak hanya sebatas orang-orang pemeluk Islam sendiri, namun juga bagi yang tidak memeluk agama Islam.

Ekonomi Islam bertujuan memberikan keselarasan untuk kehidupan di dunia. Perlu digarisbawahi bahwa nilai Islam bukan semata-mata hanya untuk kehidupan muslim, melainkan untuk semua makhluk hidup di dunia. Karena Islam dalam muamalahnya atau praktek keduniawiannya sifatnya adalah general, atau mendunia, membumi dan merakyat. Sehingga cukup aman untuk diterapkan oleh siapapun juga.

Substansi proses ekonomi Islam yaitu pemenuhan kebutuhan manusia dengan landasan nilai-nilai Islam hingga mencapai pada tujuan agama (falah). Selain itu, ekonomi Islam juga menjadi rahmat seluruh alam dan tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari suatu bangsa.

Diharapkan dengan menerapkan ekonomi syariah dapat menghantar bangsa ini menuju kemakmuran yang dapat diraih oleh semua orang, yang sifatnya umum dan mampu menjangkau seluruh orang, serta halal. Karena itu diharapkan bahwa sistem ekonomi syariah dapat menjadi solusi bagi perekonomian bangsa.

G4. Produk-produk Ekonomi Syariah

Untuk memudahkan dalam pemahaman bagi kalangan umum, maka banyak jurnal ekonomi yang mengetengahkan bagaimana produk-produk dari ekonomi syariah itu berkiprah. Bagaimana ketentuannya dan seperti apa keuntungan yang akan diperoleh.

Berikut adalah beberapa produk hasil pengembangan dari sistem ekonomi syariah, yang dapat dimanfaatkan dan memberi kemaslahatan bersama bagi para pelaku ekonomi. Di antaranya adalah:

    1. Baitul Maal Watamwil (BMT). Sistem ini dapat dan biasa disebut sebagai usaha kecil mikro. Yang menjadi ujung tombak dari pembangunan ekonomi syariah. Pada saat ini sudah ada sekitar 3.500 BMT yang sudah berkembang di Indonesia, dan mengalami kemajuan yang signifikan pula.
    2. Asuransi syariah.
    3. Pasar modal syariah.



H. Produk Pinjman Bank Syariah

Bank Berbasis Syariah Indonesia

Di Indonesia, berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 November 1991 merupakan tonggak pertama perkembangan sektor keuangan syariah. Pada awal perkembangannya, BMI sulit bersaing dengan bank konvensional. Namun, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, BMI membuktikan diri sebagai bank yang mampu bertahan dari likuidasi.

Dalam kurun waktu singkat (2000-2008), total aset industri perbankan syariah meningkat dari 1,79 triliun rupiah menjadi 49,55 triliun rupiah setara dengan 57,9 persen per tahun. Terlebih, setelah MUI mengeluarkan fatwa pada 16 Desember 2003 tentang status hukum bunga bank.

Ketika diadakan festival ekonomi syariah di Jakarta pada 16 Januari 2008, Presiden RI dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan potensi yang dimiliki, Indonesia berpeluang menjadi platform pusat ekonomi syariah di Asia. Bahkan, dunia.

Ada dua faktor yang menjadi pertimbangan masyarakat lebih memilih sistem perbankan syariah dibanding konvensional.

    Beragamnya produk yang ditawarkan dan skema keuangan yang variatif.
    Pengelolaan dana masyarakat yang transparan.

Produk Bank Syariah

Produk bank syariah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

    penyaluran dana;
    penghimpunan dana; dan
    jasa.

Khusus dalam penghimpunan dana, bank syariah memiliki prosedur yang lebih mudah dan fleksibel karena masyarakat bisa mengajukan pinjaman sesuai kebutuhannya. Dengan demikian, dana yang dipinjam lebih tepat guna.

Jenis Pinjaman Bank Syariah

Berdasarkan tujuanya, masyarakat bisa memilih pinjaman dengan prinsip jual beli (untuk memiliki barang), prinsip sewa (untuk mendapatkan jasa), dan prinsip bagi hasil (untuk mendapatkan barang sekaligus jasa).

1. Prinsip Jual Beli

Dalam prinsip jual beli, produk perbankan syariah menyediakan berbagai opsi pinjaman di antaranya sebagai berikut.

    Murabahah, yaitu barang diserahkan dimuka atau setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
    Salam, yaitu barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya tunai.
    Istishna, yaitu barang diserahkan secara tangguh dan pembayarannya dilakukan dalam beberapa termin.

2. Prinsip Sewa

Prinsip sewa (ijarah) dalam aplikasinya hampir sama dengan prinsip jual beli. Yang membedakan adalah objeknya. Dalam ijarah, objek transaksinya adalah jasa, bukan barang. Di akhir masa sewa, pihak bank bisa menjual barang yang disewakan kepada nasabah atau lebih dikenal dengan istilah ijarah muntahiaya bittamlik.

3. Prinsip Bagi Hasil

Produk bank syariah yang termasuk kategori bagi hasil adalah musyarakah dan mudharabah. Antara pihak bank dan nasabah berserikat untuk meningkatkan nilai aset yang berwujud maupun yang tidak berwujwud, berupa dana, barang, enterpreneurship, atau barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

Yang membedakan antara musyarakah dan mudharabah adalah kontribusi dalam manajemen keuangan. Musyarakah berasal dari dua pihak atau lebih, sedangkan mudharabah berasal dari satu pihak.



Ii1.     Pengertian Uang
Uang  dalam bahasa arab berasal dari kata Nuqud yang berasal dari akar kata naqdun yang berarti uang tunai atau pembayaran kontan.
Sedangkan Departemen Pendidikan dan kebudayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan bahwa uang adalah kertas, emas, perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk atau gambar tertentu, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara sebagai alat tukar atau standar pengukur nilai yang sah.
Sedangkan secara epitomologi (istilah), terdapa beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ilmuwan, yaitu:

1.      Taqyuddin An-Nabhani, uang sebagai alat ukur tiap barang dan tenaga.
2.      Wahab Khalaf, uang ialah alat transaksi yang di sahkan oleh undang-undang negara , baik yang dibuat menggunakan emas, perak, atau hasil tambang lainnya atau sesuatu bahan yang dijadikan manusi untuk membuat uang.
3.      Abdul Qadim Zallum uang adalah sesuatuyang memiiki nilai sebagai upah atau jasa.
4.      Menurut Paul A. Samuelson, uang adalah media pertukaran yang diterima secara umum.
5.      Aristoteles seperti dikutip Metwally, uang adalah sebagai alat tukar dan tidak ntuk diperanakan.
6.      Menurut nopirin , uang adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk mebayar barang atau jasa.

I2 .     Fungsi uang menurut Islam
1.      Uang sebagai ukuran harga.
Abu Ubaid (w.224H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai dari harga keduanya.
Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptkan dirham dan dinar sebagai hakim penengah diantara seluruh harta agar harta diukur dengan keduanya..
Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika orang susah menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham.
Ibn al-Qayyim (w. 751 H) Mengungkapakan bahwa dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Nilai harga adalah ukuran yang dikenal untuk mengukur harta maka wajib bersifat spesifik dan akurat, tidak meninggi dan tidak juga turun. Kalau unit nilai harga bisa naik dan turn maka kita tidak mempunyai lagi unti ukuran yang bisa dikukuhkan untuk mengukur nilai komoditas.
2.      Uang sebagai Media Transaksi
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapapun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan antara uang dengan media transaksi lain. Seperti cek, cek hanya berlaku apabila si penjual dan pembeli mengukuhkan bahwa cek sebaga alat pembyaran yang sah.
Berbeda dengan emas dan perak yang tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel dari negara. Imam Nawawi berkata “makruh bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni. Sebab wewenang untuk membuat uang ada pada pemerintah.
Ibnu Khaldun mengatakan dalam kitab muqadimahnya bahwa uang tidak perlu mengandung emas atau perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya. Karena itu pemerintah tidak boleh merubahnya.[3]
3.      Uang media pemnyimpan nilai
Al Ghazali berkata: “ kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mta uang. Seseorang yang meninginkan makanan kemudian menukarnya dengan kain, dari mana ia dapat mengetahui ukuran baju dari nilai makanan tersebut. Sedangkan pergaulan menginginkan terjadinya jual beli antara barang yang berbeda.[4] Maka dibuatkanlah jalan penengah sebagai hakim yang adil antara kedua belah pihak yang ingin bertransaksi. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Keudian dibutuhkan jenis harta yang dapat bertahan lama, dan jenis barang yang bertahan lama tersebut adalah barang tambang, seperti emas, perak dan logam yang kemudian dicetak menjadi uang.
Ibnu Khaldun juga mengisyratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak, sebagai nilai dari setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpana dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.

Ii3.    Konsep uang menurut ekonomi islam.
1.      Economic value of Time.
Islam tidak mengenal konsep time value of money, yang dikenal adalah economic value of time , artinya ialah time mempunyai economic value jika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return. 
2.      Uang sebagai flow concept
Uang di dalam islam adalah Flow concept dan capital adalah  stock concept. Semkain cepat perputaran uang , akan semakin baik. Misalnya, seperti contoh pada aliran air masuk dan aliran air keluar. Sewaktu air mengalir, disebut sebagi uang, sedangan apabila air mengendp maka di sebut dengan capital. Wadah tempat megendapnya adalah public goods. Uang seperti air, apabila dialirkan maka akan semakin bersih dan sehat. Apabila air dibiarkan menggenang di suatu tempat maka akan semakin mengeruh.Saving harus diinvestasikn ke sektor riil. Apabila tidak maka saving bukan saja tidak mendapatkan return, tetapi juga dikenakan zakat.
3.      Uang sebagai sebagai Public Goods
Ciri dari public goods adalh barang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orng lain ntuk menggunakanya. Sebagai public goods, uang dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hal ini bukan dikarenakan simpanan mereka yang banyak, akan tetapi karena asset mereka, seperti rumah, mobil, saham, dll. Yang digunakan di sector produksi, sehingga memberikan peuang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang. Jadi semakin tinggi tingkat produksi aka semakin besar kesempatan untuk dapat memperoleh keuntungan dari public goods tersebut. Krena itu penimbunan (hoarding) dilarang karena mengahalangi yang lain untuk menggunakan public goods tsb.

Ii4.     Perbedaan uang dalam konsep Islam dengan ekonomi konvensional.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsp uang dalam konsep ekonomi konvensional. Dlam ekonomi islam konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang bukan sebagai modal (capital). Sebaliknya konsep uang yang dikemukkakn ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik, yaitu, uang sebagai uang dan uang sebagai modal.[6]
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam , uang adalah sesautu yang bersifat flow concept dan capital adalah yang bersifat stock concept.
Untuk lebih jelas dapat kita lihat dari perbedaan konsep islam dan konsep konvensional dapt dilihat dibawah ini:
1.      Konsep Islam, uang tidak identik dengan modal sedangkan konsep konvensional, uang identik dengan modal.
2.      Konsep islam, uang adalah public goods, sedangkan konsep konvensional uang adlah private goods.
3.      Konsep islam, uang adalah Flow concept sedangkan konsep konvensional, uang adalah stock concept.[7]

Ii5.      Kesimpulan Uang
Uang secara umum diartikan sebagai alat transaksi yang disahkan oleh negaa sebagai alat pembayaran yang sah baik berupa pembayaran terhadap barang maupun terhadap jasa.
Fungsi uang dalam islam ada tiga, yaitu: 1) Uang sebagai Ukuran harga, yakni uang mempunyai fungsi sebagai alat yang menjadi tolak ukur sebuah barang. 2) Uang sebagai media transaksi, yaitu uang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat untuk melakukan transaksi apaun dengan syarat uang itu dibuat oleh pemerintah dan disahkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi umum. 3) Uang sebagai media penyimpan nilai, yaitu uang sebagai lat simpanan.
Konsep-konsep uang dalam ekonomi islam antara lain; Economic value of time, Uang sebagai Flow concept, dan uang sebagai Public Goods.
Dengan demikian maka konsep uang dlam islam berbeda dengan konsep konvensional yaitu terletak pada memaknai fungsi dari uang dan kegunaanya dalam ekonomi.

Senin, 05 November 2012

Pengenalan Studi Kelayan Bisnis

Pengertian Studi Kelayakan Bisnis menurut Kasmir dan Jakfar (2003) adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha yang akan dijalankan, untuk menentukan layak atau tidaknya suatu bisnis dijalankan.tujuan utama dilakukan studi kelayakan bisnis ini tentunya yang akan berdiri bisa berjalan sesuai harapan baik dalam jangka pendek atau panjang serta untuk mengukur seberapa besar potensi usaha tersebut baik dalam situasi mendukung maupun situasi yang tidak mendukung.

Nah, sedangkan menurut wikipedia pengertian dari studi kelayakan bisnis adalah penelitian yang menyangkut berbagai aspek, baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan tidak dijalankan.

Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Faktor yang membuat studi kelayakan bisnis ini mengalami kesalahan diantaranya: data dan informasi yang didapat kurang lengkap,tidak teliti, salah perhitungan, pelaksanaan pekerjaan salah, kondisi lingkungan sekitar maupun unsur sengaja oleh pembuatnya.

Beberapa persiapan sebelum menjalankan studi kelayakan bisnis:


    Pengumpulan data dan informasi
    Pengolahan data
    Analisis data
    Pengammbilan keputusan



Manfaat studi kelayakan bisnis:


    Pihak Investor

    Sebelum menanamkan modalnya di perusahaan yang akan dijalankan investor akan mempelajari laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat, karena investor memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh dan jaminan modal yang akan ditanamkan.

    Pihak Kreditor

    Sebelum memberikan kredit pihak bank perlu mengkaji studi kelayakan bisnis dan mempertimbangkan bonafiditas dan tersedianya agunan yang dimilliki.

    Pihak Manajemen Perusahaan

    Sebagai leader manajemen perusahaan juga memerlukan studi kelayakan bisnis untuk mengetahui dana yang dibutuhkan, berapa yang dialokasikan dari modal sendiri, rencana pendanaan dari investor dan kreditor.

    Pihak Pemerintah dan Masyarakat

    Perusahaan yang akan berdiri harus memperhatikan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat diprioritaskan untuk dibantu oleh pemerintah.

    Bagi Tujuan Pembangunan Ekonomi

    Penyusunan studi kelayakan bisnis perlu dianalisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang ditimbulkan proyek terhadap perekonomian nasional, karena sedapat mungkin proyek dibuat demi tercapainya tujuan-tujuan nasional.


Penyusunan studi kelayakan bisnis perlu dianalisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang ditimbulkan proyek terhadap perekonomian nasional, karena sedapat mungkin proyek dibuat demi tercapainya tujuan-tujuan nasional.

Tahapan studi kelayakan bisnis

Dalam melaksanakan studi kelayakan bisnis ada beberapa tahapan studi yang hendaknya dikerjakan, berikut beberapa tahapannya:


    Penemuan Ide

    Agar dapat menghasilkan ide proyek yang dapat menghasilakan produk laku untuk dijual dan menguntungkan diperlukan penelitian yang terorganisasi dengan baik serta dukungan sumber daya yang memadai. Jika ide proyek lebih dari satu, dipilih dengan memperhatikan:

        ide proyek sesuai dengan kata hatinya
        pengambil keputusan mampu melibatkan diri dalam hal-hal yang sifatnya teknis
        keyakinan akan kemampuan proyek menghasilakan laba.

    Misalnya beberapa ide proyek yang lolos setelah dipilih adalah ide mengenai bisnis rental gaun pengantin, rental motor, rental computer.

    Tahap Penelitian

    Setelah ide proyek terpilih, dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan metode
    ilmiah:

        mengumpulkan data
        mengolah data
        menganalisis dan menginterpretasikan hasil pengolahan data
        menyimpulkan hasil
        membuat laporan hasil

    Misalnya: berdasarkan contoh diatas telah ditentukan 3 macam ide proyek. Selanjutnya, ketiga ide proyek dikaji melalui aspeknya secara cukup luas dan mendalam untuk mendapatkan masukan untuk mengevaluasi ide-ide tersebut.

    Tahap Evaluasi

    yaitu membandingkan sesuatu dengan satu atau lebih standar atau kriteria yang bersifat kuantitatif atau kualitatif.hal yang dibandingkan dalam evaluasi bisnis adalah seluruh ongkos yang akan ditimbulkan oleh usulan bisnis serta manfaat atau benefit yang diperkirakan akan diperoleh.

    Ada 3 macam evaluasi:

        mengevaluasi usaha proyek yang akan didirikan
        mengevaluasi proyek yang akan dibangun
        mengevaluasi bisnis yang sudah dioperasionalkan secara rutin


    Setalah dilakukan evaluasi terhadap ketiga ide proyek diatas, misalnya, ternyata hanya dua ide proyek yang dianggap fisibel, yaitu rental motor dan rental computer. Dalam evaluasi bisnis yang akan dibandingkan adalah seluruh ongkos yang akan ditimbulkan oleh usulan bisnis serta manfaat atau benefit yang akan diperkirakan akan diperoleh.

    Tahap Pengurutan Usulan yang Layak

    Jika terdapat lebih dari satu usulan rencana bisnis yang dianggap layak, perlu dilakukan pemilihan rencana bisnis yang mempunyai skor tertinggi jika dibanding usulan lain berdasar kriteria penilaian yang telah ditentukan.

    Dilakukan evaluasi terhadap kedua ide proyek, ternyata pengambilan keputusan hanya mampu mengerjakan satu ide proyek, misalkan ide proyek rental motor.

    Tahap Rencana Pelaksanaan

    Setelah rencana bisnis dipilih perlu dibuat rencana kerja pelaksanaan pembangunan proyek. Mulai dari penentuan jenis pekerjaan, jumlah dan kualifikasi tenaga perencana, ketersediaan dana dan sumber daya lain serta kesiapan manajemen.

    Misalnya, setelah yang dipilih adalah rencana bisnis rental motor, maka pelaksanaan untuk membangun proyek bisnis rental motor serta rencana operasional rutinnya perlu disiapkan.

    Tahap Pelaksanaan

    Dalam realisasi pembangunan proyek diperlukan manajemen proyek. Setelah proyek selesai dikerjakan tahap selanjutnya adalah melaksanakan operasional bisnis secara rutin.

    Agar selalu bekerja secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan laba perusahaan, dalam operasional perlu kajian-kajian untuk mengevaluasi bisnis dari fungsi keuangan, pemasaran, produksi dan operasi. Hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai feedback bagi perusahaan untuk mengkaji ulang proses bisnis ini secara terus-menerus.



Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Aspek Pasar

Pengkajian aspek pasar penting dilakukan karena tidak ada proyek bisnis yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan proyek tersebut. Pada dasarnya, analisis aspek pasar bertujuan antara lain untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market-share dari produk bersangkutan. Pembahasan aspek-aspek studi kelayakan diawali dengan aspek pasar dan pemasaran. Alasannya mengapa aspek ini diletakkan pada awal pembahasan sistematika studi kelayakan, antara lain:


    Produk yang dihasilkan perusahaan harus marketable. Jika tidak, sebaiknya kegiatananalisis studi kelayakan dihentikan.
    Kecenderungan permintaan atas produk yang akan dihasilkan harus menunjukkan adanya kenaikan. Jika menurun, sebaiknya proses studi kelayakan untuk pendirian dihentikan, kecuali jika tujuan objek studi adalah pengembangan.
    Kandungan material produk tidak mengandung unsur yang dilarang negara ataupun agama. Jika ada ditinjau dari aspek hukum, tidak akan direkomendasikan dan harus dihentikan.
    Aspek teknis dan kronologis sangat ditentukan oleh hasil rekomendasi aspek pasar, terutama yang berkaitan dengan pemilihan alat dan mesin.


Aspek internal Perusahaan

Didalam aspek internal perusahaan terbagi atas beberapa aspek:

Aspek pemasaran

Kegiatan perusahan yang bertujuan menjual barang atau jasa yang di produksi perusahaan kepasar. Oleh karena itu, aspek ini bertanggung jawab dalam menentukan ciri-ciri pasar yang akan dipilih. Analisis kelayakan dari aspek ini yang utama dalam hal;


    Penentuan segmen, target, dan posisi produk pada pasarnya.
    Kajian untuk mengetahui konsumen potensial, seperti perihal sikap, perilaku, serta kepuasaan mereka atas produk.
    Menentukan strategi kebijakan dan program pemasaran yang akan dilaksanakan.



Aspek Teknis dan Teknologi


    Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan pengoperasian dan proses pembangunan proyek secara teknis setelah proyek/bisnis tersebut selesai dibangun/didirikan. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk start up cost/pra operasional proyek yang akan
    dilaksanakan.
    Studi aspek teknis dan teknologi akan mengungkapkan kebutuhan apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Untuk bisnis industri manufaktur, misalnya, perlu dikaji mengenai kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi pabrik, dan tata-letak pabrik yang paling menguntungkan. lalu dari kesimpulan itu, dapat dibuat rencana jumlah biaya pengadaan harta tetapnya.


Aspek Sumber Daya Manusia

Aspek ini membutuhkan daya imajinasi tinggi untuk membayangkan bentuk organisasi apa yang akan dibangun kelak ketika berdiri. Setelah gambaran organisasi terbentuk dengan segala kelengkapannya, selanjutnya dianalisis proses pengadaan sumber daya manusianya untuk menduduki dan memegang bagian dan fungsi organisasi sesuai dengan yang direncanakan.

Aspek manajemen

Studi aspek manajemen dilaksanakan dua macam

Manajemen saat pembangunan proyek bisnis dan Manajemen saat bisnis dioperasionalkan secara rutin. Bahkan terjadi, banyak terjadi, bahwa proyek-proyek bisnis gagal dibangun maupun dioperasionalkan bukan disebkan karena aspek lain, tetapi karena lemahnya manajemen.

Aspek Keuangan

Berkaitan dengan sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana yang bersangkutan.

Ada beberapa sumber data penting yang akan digunakan, yaitu:


    Data awal aspek pasar dan pemasaran berupa: proyeksi penjualan/permintaan, harga produk, dan anggaran (biaya) pemasaran.
    Data operasi dan produksi, berupa: rencana lokasi baik sewa maupun beli, harga pokok produksi (bahan baku, TKL, bahan pembantu), dan rencana pengadaan mesin, peralatan, teknologi yang digunakan.
    Data personalia, berupa: rencana biaya perekrutan, biaya pelatihan, biaya upah tetap, tunjangan-tunjangan, dan lain-lain.
    Legalitas, berupa: biaya notaris, biaya perizinan prinsip (misal, DepKeu, DepDag, DepAg, DepHut, DepHub, DepKeh, DepKes, DikNas dll), biaya perizinan operasional (Pemda).



Aspek ekonomi dan budaya

Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya suatu proyek
tersebut :


    Dari sisi budaya, Mengkaji tentang dampak keberadaan peroyek terhadap kehidupan masyarakat setempat, kebiasaan adat setempat.
    Dari sudut ekonomi, Apakah proyek dapat merubah atau justru mengurangi income per capita panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat atau UMR, dll.
    Dan dari segi sosial , Apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancer, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lainnya, pendidikan masyarakat setempat.


Aspek Hukum dan Legalitas

Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk :

Perijinan :


    Izin lokasi :
    • sertifikat (akte tanah), • bukti pembayaran PBB yang terakhir, • rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan
    Izin usaha :
    • Akte pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/CV atau berbentuk badan hukum lainnya.
    • NPWP (nomor pokok wajib pajak), • Surat tanda daftar perusahaan, • Surat izin tempat usaha dari pemda setempat
    • Surat tanda rekanan dari pemda setempat, • SIUP setempat, • Surat tanda terbit yang dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Penerangan



Beberapa faktor yang dijadikan dasar dalam penilaian kelayakan, yaitu:


    Badan hukum apa yang paling sesuai untuk dijadikan bentuk formal badan usaha yang akan didirikan
    Komoditas usaha termasuk jenis barang dagangan (komiditas) yang diperbolehkan atau dilarang undang-undang
    Cara berbisnisnya melanggar hukum agama atau tidak
    Teknis operasional mendapatkan izin dari instansi/ departemen/dinas terkait atau tidak.


Aspek Dampak Lingkungan eksternal

Aspek dampak lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap proyek yang dijalankan akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap lingkungan di sekitarnya, antara lain:


    Dampak terhadap air
    Dampak terhadap tanah
    Dampak terhadap udara
    Dampak terhadap kesehatan manusia


Pada akhirnya pendirian usaha akan berdampak terhadap kehidupan fisik, flora dan fauna yangada di sekitar usaha secara keseluruhan.

Hasil studi kelayakan bisnis

Hasil studi kelayakan bisnis berupa dokumentasi lengkap dalam bentuk tertulis yang diperlihatkan bagaimana rencana bisnis memiliki nilai-nilai positif bagi aspek-aspek yang diteliti, sehingga akan dinyatakan sebagai proyek bisnis yang layak.

SKB 2

Analisis Kelayakan Bisnis

<> Analisis aspek pemasaran

Dalam analisis pasara ada beberapa komponen yang harus dianalisis dan dicermati, di antaranya :

    -Kebutuhan dan keinginan konsumen;
    -Segmentasi pasar
    -Target;
    -Nilai tambah;
    -Masa hidup produk;
    -Struktur pasar
    -Persaingan dan strategi pesaing

<> Analisis aspek produksi

Beberapa unsur dari aspek produksi/operasi yang harus dianalisis di antaranya :

    -Lokasi operasi
    -Volume operasi;
    -Mesin dan peralatan;
    -Bahan baku dan bahan penolong;
    -Tenaga kerja;
    -LAY-OUT

<> Analisis aspek manajemen

Beberapa unsure yang harus dianalisis di antaranya

    -Kepemilikan
    -Organisasi
    -TIM Manajemen
    -Karyawan;

<> Analisis aspek keuangan

Meliputi komponen-komponen sebagai berikut :

    -Kebutuhan dana;
    -Sumber dana;
    -Proyeksi neraca;
    -Proyeksi laba rugi;
    -Proyeksi aliran kas (cash flow)


Pentingnya Studi Kelayakan Bisnis

STUDI KELAYAKAN USAHA adalah suatu penelitian tentang layak tidaknya suatu usaha dilakukan dengan menguntungkan secara terus menerus.

Ada dua studi yang dapat digunakan, yaitu :
    1. Studi Kelayakan Usaha (Feasibility Study of Business)

    2. Analisis SWOT: STRENGHT (Kekuatan), WEAKNESS (Kelemahan), OPPORTUNITY (Peluang), THREAT (Ancaman).

Hasil FS pada prinsipnya digunakan untuk antara lain ::
    1. Merintis usaha baru
    3. Mengembangkan usaha yang sudah ada
    4. Memilih jenis usaha atau investasi/proyek yang paling menguntungkan.

Adapun pihak yang memerlukan FS diantaranya:
    1. Pihak wirausaha (pemilik perusahaan)
    2. Pihak investor dan penyandang dana;
    3. Pihak masyarakat dan pemerintah.

SKB Studi Kelayakan Bisnis

A. Pengertian dan Manfaat

Studi kelayakan bisnis (SKB) adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu bisnis dilaksanakan dengan berhasil dengan pertimbangan mendapatkan manfaat finansial (Arti sempit).

SKB adalah penelitian tentang berhasil tidaknya proyek investasi dilaksanakan secara mengungkan (penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan ekses sumber daya, penghematan devisa, dan peluang usaha)

Investasi (capital expenditure) memiliki arti penting mengingat :
► mempunyai konsekuensi jangka panjang.
► umumnya menyangkut jumlah yang besar
► komitmen tidak mudah diubah

Manfaat :
► Manfaat Finansial
► Manfaat Ekonomi Nasional
► Manfaat Sosial

SKB dilakukan tergantung dari faktor berikut :
► Besar kecilnya dana investasi
► Business uncertainty
► Kompleksitas variabel yang berpengaruh


B. Business Project Cycle

Identifikasi Proyek Bisnis :
Lahirnya ide proyek :
1. Market base business project
2. Resources base business project
3. Policy business project

Orientasi : regional, nasional, global.

Tahap Persiapan dan analisis :
- Pengumpulan data pasar dan pemasaran.
- Lingkungan industri, teknis dan teknologis.
- Manajemen dan organisasi.
- Hukum, dan keuangan.

Tahap Penilaian – Appraisal :
- Perizinan pendirian
- Sumber pembiayaan
- Pengelola

Tahap Implementasi :
► Pra kontruksi
► Masa kontruksi
► Pra Operasi
► Masa Operasi
► Tahap Evaluasi
► Monitoring (on going project
evaluation)
► Evaluasi Kinerja (Evaluation Post
Project)


C. Pihak Yang Berkaitan Dengan SKB
► Pelaku Bisnis dan Investor
Berorientasi profit dan menambah Kekayaan
pemilik modal
► Kreditur
Adanya keamanan dari dana yang disalurkan
(terjaminnya pokok pinjaman dan bunganya).
► Pemerintah
perluasan kesempatan kerja, penghematan
devisa, pendapatan masyarakat
► Masyarakat
Akibat positif bagi kehidupan masyarakat

D. ASPEK PASAR
1. Pasar dan Jenis Pasar (pasar konsumen, industri, reseller)
2. Analisis penawaran dan permintaan produk
Pengukuran Permintaan :
a. Data impor produk yang bersangkutan
b. Data impor, ekspor dan produksi DN
PE = P + (I-E) + dC.

PE: permintaan efektif
P : produksi DN
I: Import E: ekspor
dC = selisih persediaan

c. Permintaan Industri
3. Trend Perkembangan Permintaan Produk
Teknik Peramalan Penjualan
► Judgmental method
► Analisis trend (liner, non linier, regresi korelasi)
► Specific purpose method (analisis industri, product line, analisis penggunaan produk akhir).

Market space dan Market share
Market space = ekses permintaan dari penawaran
Market share = bagian pasar yang dikuasai oleh perusahaan
(penjualan perusahaan dibagi dengan penjualan industri.


E. ASPEK PEMASARAN
Segmenting, Targeting and Positioning
Dasar-dasar segmentasi :
- Geografis : daerah sejuk, panas, pantai dll
- Demografis : umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, kepadatan, penghasilan,dll.
- Sosiologis : kel. Budaya, klas sosial, dsb.
- Psikografis : kepribadian, sikap, manfaat produk, dsb
Syarat segmentasi : measurability, accessibility, substantiability
Targeting :
Ukuran dan pertumbuhan segmen, kemenarikan struktur segmen (profitable), dan sasaran &
sumber daya yang dimiliki.
Alternatif pasar sasaran : undifferentiated marketing (produk tunggal), differentiated marketing
(produk berbeda untuk pasar berbeda), concentrated marketing (pada pembeli tertentu).
Positioning
Identifikasi keunggulan kompetitif (differensiasi),:
- Diferensiasi produk, Diferensiasi jasa, Diferensiasi personel, Diferensiasi citra.
Memilih keunggulan kompetetif:
- Berapa banyak perbedaan dipromosikan
- Perbedaan mana yang dipromosikan
Mewujudkan dan mengkomunikasikan.

F. Strategi Marketing Mix = 4P
I. Strategi Produk :
- Logo dan Moto (memiliki arti, menarik, mudah diingat)
- Menciptakan Merk (mudah diingat, kesan modern, memiliki arti,
dan menarik)
- Kemasan (kualitas, bentuk, warna dan persyaratan lainnya)
- Label (pembuat, dimana dibuat, cara penggunaan, masa daluarsa, dll
II. Strategi Harga
Tujuan : bertahan hidup, laba maksimal, market share, pesaing.
Metoda penetapan harga :
1. Diskriminasi harga (menurut pelanggan, bentuk produk, tempat, waktu).
2 Harga produk baru (Market skimming pricing, market penetration pricing)
III. Place (Distribution)
Faktor yang berpengaruh : Pasar/pelanggan, karakteristik produk, pertimbangan
pengendalian
Jenis Distribusi : Distribusi intensif, eksklusif, dan selektif
IV. Strategi Promosi (promotional mix) :
Aadvertensi, sales promotion, publick relation, personal seling.


G. Differentiated produk merupakan produk yang unggul

Core competency (Kompetensi Inti) Hamel dan Prahalad

Kumpulan ketrampilan dan teknologi yang memungkinkan perusahaan menyediakan manfaat tertentu kepada pelanggan.

Kompetensi bersumber dari kapabilitas dan sumber daya organisasi, akan tetapi tidak semua kapabilitas dan SDO merupakan kompetensi.

Kapabilitas dapat dikatakan kompetensi jika :
1. Valuable capabilities : perusahaan dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman.
2. Rare capabilities : kapabilitas yang dimiliki sedikit oleh pesaing.
3. Imperpectly imitable capabilities : kapabilitas yang sulit ditiru oleh pesaing.
4. Nonsubstitutable capabilities : tidak dapat digantikan.


H. ASPEK LINGKUNGAN BISNIS

1. Peran berorientasi kebijakan (informasi awal untuk isu strategis yang luas)
2. Peran berorientasi perencanaan strategis (peramalan lingkungan strategis)
3. Peran berorientasi fungsi (memperbaiki kinerja fungsi organisasi)
Teknik Analisis Lingkungan
1. Analisis profit impac of market strategy (membandingkan model strategi terhadap tingkat pengembalian modal)
2. Analisis rentang nilai (value chain analysis)
3. Analisis fungsional

I. Lingkungan Internal

► Resources (Sumber Daya)
1. Tangible : sumber daya keuangan dan sumber daya fisik dan organisasi.
2. Intangible : teknologi, inovasi, dan reputasi.
3. Sumber Daya Manusia
► Capability (Kapabilitas)
1. Pendekatan fungsional : keuangan & akuntansi, pemasaran, penjualan & distribusi, SDM, operasi dll.
2. Pendekatan Value Chain :
► Aktivitas utama berkaitan dengan penciptaan fisik produk, penjualan, pengiriman dan pelayanan purna jual.
► Aktivitas pendukung berkaitan dengan fungsi SDM, pengadaan, pengemb. teknologi, dan administratif.
► Core Competence (kompetensi inti)
Kapabilitas = kompetensi jika :
1. Valuable capabilities (memanfaatkan peluang minimalisasi ancaman)
2. Rare capabilities
3. Imperfectly imitable capabilities
4. Nonsubstitutable capabilities


J. Aspek Manajemen

A. Manajemen Masa Konstruksi
Teknik yang digunakan :
Gantt Chart, Network Planning (PERT, CPM)
Gantt Chart :
- Tentukan rincian kegiatan
- Identifikasi urutan logis
- Tentukan waktu yang dibutuhkan,
- Tentukan awal dan akhir kegiatan
- Konsep penjawalan pada bagan
- Diskusikan dengan orang yang akan terlibat
- Membuat bagan yang disepakati
- Koreksi apabila diperlukan
B. Manajemen Masa Operasi
Yang dibahas dalam masa operasi :
► Disain jabatan dan keahlian yang diperlukan (job deskripsi, job spesifikasi)
► Struktur organisasi
(Lini, staf, fungsional, divisional, matriks)
► Sistem imbalan dan penggajian


K. Aspek Yuridis

A. Pelaku Bisnis
• Bentuk Badan Usaha
• Identitas Pengelola Bisnis
B. Bisnis Yang Dijalankan
C. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
D. Perizinan Usaha dan Izin Lainnya
E. Dukungan Pemerintah dan Masyarakat Setempat


L. Aspek Finansial & Risiko Bisnis

A. Biaya Investasi dan Modal Kerja
B. Struktur Finansial dan Sumber Modal
C. Jadwal Pembayaran Hutang
D. Estimasi Penjualan
E. Estimasi Biaya Produksi
F. Cash-Flow & Cost of Capital
G. Poyeksi Neraca dan Rugi Laba
H. Kriteria Investasi
I. Debt Service Coverage
RISKO BINIS
a. Analisis Sensitivitas
b. Analisis Distribusi Probabilitas
c. Analisis Statistik
d. Analisis NPV=0


M. Investasi Awal

► Biaya Pra Operasi (Studi kelayakan, litbang produk,
perizinan, uji coba proses)
► Biaya Aktiva tetap
1. Tanah dan Bangunan
2. Mesin-mesin produksi
3. Tool and equifment
4. Kendaraan mobilitas
5. Peralatan kantor, dll
Penentuan umur proyek:
1. Umur ekonomis aktiva utama.
2. Umur ekonomis aktiva yang nilainya tertinggi.


N. Cash Flows (Arus Kas)

Cash Inflow :
1. Pendapatan atau penjualan
2. Nilai sisa aktiva tetap dan Modal kerja pada akhir periode
3. Penurunan Modal Kerja
4. Keuntungan dari penjualan aktiva

Cash Outflow :
1. Biaya Pra Operasi
2. Biaya Investasi (Aktiva Tetap)
3. Kenaikan Modal Kerja (Net Concept)
4. Biaya Operasional
5. Pajak

Bukan unsur cashflow :
Biaya penyusutan
Biaya Bunga dan cicilan hutang

Net Cashflow :
Cash inflow – Cash Outflow atau
Net Profit + Depresiasi + Bunga Pinjaman


O. Analisis Sensitivitas

• Adalah teknik untuk mengnatisipasi perubahan yang mungkin terjadi pada parameter-parameter yang diperkirakan dalam perencanaan.
Melalui analisis sensitivitas akan diketahui faktor-faktor apa saja yangpaling sensitif.
• Untuk mengukur tingkat sensitivitas digunakan formula Switching Value (SV) yang menggambarkan tingkat perubahan paremater tertentu yang menyebabkan NPV=0